Salemba, Jakarta – Sebanyak 806 eksemplar naskah kuno di daerah mendapatkan bantuan preservasi naskah kuno dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) pada tahun 2023.
Naskah tersebut berada di 14 lokus di 11 provinsi. Diantaranya, provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.
Kepala Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan Perpusnas Made Ayu Wirayati menyampaikan berdasarkan UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kewenangan mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat.
Namun demikian, lanjutnya, kondisi di lapangan banyak sekali mitra di daerah dalam hal ini perpustakaan provinsi maupun kabupaten/kota belum siap dalam penyelamatan naskah kuno di daerahnya.
Sarana dan prasarana yang tidak mumpuni, SDM preservasi yang kurang serta minimnya anggaran terkait preservasi disebut menjadi kendala dalam penyelamatan naskah kuno di daerah.
“Tentu saja menjadi PR besar untuk kita semua karena kita sedang berpacu dengan waktu. Naskah kuno yang berumur di atas 50 tahun dengan iklim tropis tentu saja berpengaruh dalam mempercepat hancurnya naskah kuno,” ungkapnya dalam kegiatan Ekspose Pelestarian Naskah Nusantara 2023 yang diselenggarakan secara hybrid pada Selasa, (26/9/2023).
Dia menuturkan jumlah naskah kuno yang ada di Indonesia ada sebanyak 82.158 eksemplar, namun yang sudah dipreservasi oleh Perpusnas hingga tahun 2022 sebanyak 19.726 eksemplar. “Sudah 24 persen naskah kuno di daerah yang telah dipreservasi,” tuturnya.
Lebih lanjut dijelaskan, kondisi naskah kuno yang berada di daerah kondisinya sangat memprihatinkan. Banyak naskah ditemukan dalam kondisi korosi tinta, naskah berada di sebuah lemari yang penuh dengan rayap sehingga peru segera diselamatkan agar tidak semua naskahnya hancur.
“Penyelamatan perlu dilakukan melalui preservasi dengan melakukan pelestarian baik fisik maupun informasinya,” jelasnya.
Pelestarian fisik, lanjutnya, dilakukan perawatan, pembersihan, perbaikan, penjilidan dan restorasi. Sedangkan pelestarian informasi dengan melakukan alih media ke bentuk digital, memastikan hasil alih media naskah kuno bisa diakses dan dibaca masyarakat, mengelola dan merawat file digital hasil alih media naskah kuno.
“Kegiatan preservasi naskah kuno juga harus melibatkan kegiatan diseminasi informasi agar dapat dimanfaatkan secara lebih luas. Seluruh hasil alih media akan diupload ke website Khasanah Pustaka Nusantara (Khastara),” lanjutnya.
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando mengatakan Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa karena memiliki manuskrip tertua.
Manuskrip yang disimpan di perpustakaan menjadikan perpustakaan sebagai simbol jembatan ilmu pengetahuan di masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang.
“Naskah kuno bukan hanya sekadar hanya harta budaya negara, tetapi juga peninggalan berharga dunia. Karena didalamnya menjelaskan hubungan antar negara didunia yang terkait kebudayaan, ekonomi dan hukum,” katanya.
Kepala Perpusnas berharap ke depan terdapat kolaborasi Perpusnas dengan para ahli untuk menceritakan posisi Indonesia diantara bangsa-bangsa di dunia.
“Saya harap ada narasi tentang Indonesia berdasarkan manuskrip yang ada,” harapnya.
Sementara itu, Penerima Bantuan Pelestarian dari Sumatera Barat (Sumbar) Pramono menyampaikan restorasi yang dilakukan oleh Perpusnas adalah salah satu koleksi penting yang ada du Sumatera Barat karena memiliki jumlah naskah mencapai 88 bundel manuskrip.
“Naskah ini dianggap penting di Sumbar karena selain jumlahnya yang cukup signifikan juga kandungan isi naskah yang ada di Surau Simauang juga sangat beragam,” ungkapnya.
Penerima Bantuan Pelestarian lainnya dari Nusa Tenggara Barat Bunyamin mengucapkan terima kasih atas bantuan Perpusnas yang telah melakukan alih digital, perawatan, pada sekitar 1.275 koleksi yang berbahan daun lontar.
“Salah satu koleksi yang dipreservasi adalah koleksi Babad Lombok. Babad Lombok ini isinya sangat lengkap terdapat sastra, sejahtera, bahkan menjadi rujukan para peneliti,” tuturnya.
Reporter: Wara Merdeka
Fotografer: Aji Anwar/Ahmad Kemal